Komnas Perempuan Serukan Negara Pulihkan Korban Tragedi Mei 1998
JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID – Memasuki 27 tahun peringatan Tragedi Mei 1998, Komnas Perempuan kembali menyerukan pentingnya merawat ingatan kolektif bangsa. Mereka juga mendesak negara untuk memenuhi hak-hak korban, khususnya dalam hal pemulihan yang menyeluruh dan efektif.
Komnas Perempuan menilai bahwa peristiwa perkosaan massal dan kerusuhan pada Mei 1998 merupakan salah satu catatan kelam dalam sejarah bangsa. Luka para korban, keluarga, dan masyarakat masih membekas hingga kini.
“Merawat ingatan atas Tragedi Mei 1998 adalah bagian dari tanggung jawab kolektif bangsa ini,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar, dalam keterangan pers yang diterima indeksmedia.id, Sabtu (15/6/2025).
Peringatan ini, menurut Komnas Perempuan, bukan sekadar ritual tahunan, tapi menjadi momen penting untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan mencegah keberulangan pelanggaran HAM berat.
“Tanpa ingatan yang jernih dan berani menghadapi masa lalu, kita berisiko mengulangi kekerasan serupa,” katanya.
Daden juga menyoroti pentingnya pemulihan bagi korban, yang sebagian besar kini telah memasuki usia lanjut. Mereka hidup dalam keterbatasan, bahkan tanpa dukungan keluarga.
“Pengakuan, keadilan, dan pemulihan bagi korban harus terus diperjuangkan, termasuk dari sisi layanan dasar seperti kesehatan,” tambahnya.
Menurut Daden, negara harus menjamin akses kesehatan khusus bagi korban pelanggaran HAM berat, termasuk fasilitas layanan tanpa antrian atau layanan jemput bola.
Komnas Perempuan sendiri merupakan lembaga negara yang lahir dari desakan publik atas kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998. Tragedi yang terjadi di berbagai kota seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Solo ini mendorong terbitnya Keppres No. 181 Tahun 1998, yang menjadi dasar pembentukan Komnas Perempuan.
Sebagai bagian dari upaya merawat ingatan dan mencegah keberulangan, Komnas Perempuan secara berkala menggelar kegiatan memorialisasi bersama para penyintas, pendamping korban, dan jaringan masyarakat sipil. Salah satunya adalah Napak Reformasi, sebuah refleksi kolektif atas perjuangan demokrasi dan penegakan HAM.
“Inisiatif merawat ingatan juga terlahir dari masyarakat sipil, seperti diskusi, konten media sosial, dan kegiatan lainnya. Ini bagian dari pengawalan terhadap komitmen pemerintah, DPR, dan lembaga peradilan dalam memenuhi hak-hak korban,” jelasnya.
Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Chatarina Pancer Istiyani, menekankan bahwa keterlibatan korban adalah kunci utama dalam proses penyelesaian.
“Pemulihan yang bermakna hanya bisa tercapai jika korban dilibatkan secara aktif dalam prosesnya. Penghormatan terhadap pengalaman dan suara mereka adalah fondasi dari keadilan yang sejati,” imbuhnya.
Komnas Perempuan pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak melupakan sejarah dan terus memperjuangkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.(arzad)