Anggota DPR Pertanyakan Frasa ‘Ibu Kota Politik’ dalam Perpres RKP 2025
JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID — Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menyoroti munculnya frasa “Ibu Kota Politik” dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah. Menurutnya, istilah tersebut tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
“Di UU IKN spirit yang kita tangkap menjalankan fungsi pusat pemerintahan sebagaimana terdapat di Pasal 12 ayat (1) UU No 21 Tahun 2023. Tidak ada sama sekali menyebut frasa Ibu Kota Politik,” ujar Khozin di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
Khozin meminta pemerintah menjelaskan alasan penggunaan frasa baru tersebut dalam lampiran Perpres. Pasalnya, Perpres 79/2025 sekaligus merevisi Perpres No 109 Tahun 2024 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Menurut dia, penyebutan “Ibu Kota Politik” perlu diperjelas apakah bermakna sekadar istilah administratif atau memiliki konsekuensi hukum yang berkaitan dengan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN Nusantara.
“Apakah Ibu Kota Politik sama dengan Ibu Kota Negara? Ketika Ibu Kota Politik dimaknai sama dengan Ibu Kota Negara, maka ada konsekuensi politik dan hukum,” tegasnya.
Khozin mengingatkan bahwa sesuai Pasal 39 ayat (1) UU No 3 Tahun 2022 tentang IKN, pemindahan ibu kota negara hanya dapat diwujudkan melalui penerbitan Keputusan Presiden. Karena itu, ia menilai penggunaan istilah “Ibu Kota Politik” bisa menimbulkan tafsir ganda.
“Implikasi politik dan hukum akan muncul ketika Ibu Kota Negara secara definitif pindah dari Jakarta ke IKN. Itu harus dipersiapkan dari sekarang, tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh lembaga di luar pemerintah, termasuk lembaga internasional yang ada di Indonesia,” kata Khozin.
Politisi Komisi II itu menegaskan, jika yang dimaksud dengan “Ibu Kota Politik” hanyalah pusat pemerintahan sebagaimana diatur dalam UU IKN, sebaiknya pemerintah tidak perlu membuat istilah baru yang berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat.
“Kalau maksudnya sama dengan pusat pemerintahan, sebaiknya tak perlu membuat istilah baru yang justru memunculkan tanya publik,” tutupnya.

