https://www.zeverix.com/

INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Komnas Perempuan: Penanganan Bencana Harus Berperspektif Gender

Jibril Daulay Jibril Daulay
Kolase anggota Komnas Perempuan: Yuniasri (kiri) dan Deden Sukendar

JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan bahwa meningkatnya frekuensi dan dampak bencana di Indonesia telah menempatkan perempuan serta kelompok rentan dalam situasi risiko berlapis. Penanganan bencana dinilai tidak boleh netral gender dan tidak boleh mengabaikan keselamatan serta martabat perempuan. Negara disebut wajib hadir secara segera, terencana, dan berbasis hak asasi manusia dalam seluruh siklus bencana.

Penegasan tersebut disampaikan Komnas Perempuan saat kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Barat pada Selasa–Rabu, 16–17 Desember 2025, dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) dengan tema “Gerak Bersama, Kita Punya Andil Kembalikan Ruang Aman”.

Dalam kunjungan itu, Komnas Perempuan melakukan konsultasi dengan lebih dari 56 peserta yang terdiri atas perwakilan pemerintah, organisasi perempuan, lembaga bantuan hukum, organisasi disabilitas, lembaga berbasis keagamaan, dan akademisi. Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, mengatakan konsultasi tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi perempuan dan kelompok rentan dalam situasi bencana di Sumatera Barat, sekaligus mengidentifikasi bentuk dukungan Komnas Perempuan di tingkat nasional.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 15 Desember 2025, bencana di Sumatera Barat berdampak pada 12 kabupaten/kota dan menyebabkan delapan wilayah terisolasi. Tercatat 244 orang meninggal dunia, 381 orang luka-luka, 36 orang hilang, serta 50.217 rumah mengalami kerusakan. Kabupaten Agam menjadi wilayah dengan korban meninggal tertinggi, yakni 152 orang, serta mencatat 16.154 pengungsi per 17 Desember 2025.

Komnas Perempuan menilai indikasi darurat bencana di Sumatera Barat seharusnya dapat diprediksi lebih awal. Data menunjukkan peningkatan signifikan kejadian bencana, antara lain banjir yang meningkat dari 53 peristiwa pada 2020 menjadi 75 peristiwa pada 2025. Peningkatan juga terjadi pada kebakaran hutan, penyusutan luas hutan, serta alih fungsi lahan. Kondisi tersebut dinilai mencerminkan lemahnya mitigasi dan kesiapsiagaan pemerintah pusat dan daerah.

Di tingkat nasional, BNPB mencatat tren peningkatan kejadian bencana dalam kurun 2015–2025. Peristiwa banjir, misalnya, meningkat dari 621 kejadian pada 2020 menjadi 1.287 kejadian pada 2025. Komisioner Komnas Perempuan, Daden Sukendar, menilai data risiko bencana yang tersedia belum diterjemahkan menjadi kebijakan pencegahan dan penanganan yang efektif serta berperspektif gender.

Komisioner Yuniasri menegaskan bahwa Rekomendasi Umum No. 37 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) mewajibkan negara memastikan sistem peringatan dini yang inklusif, ketersediaan data terpilah, akses setara terhadap bantuan dan layanan kesehatan—termasuk kesehatan reproduksi—serta perlindungan dari kekerasan seksual di lokasi pengungsian.

Temuan Komnas Perempuan di lapangan menunjukkan masih absennya data terpilah terkait perempuan, anak, penyandang disabilitas, ibu hamil, dan lansia. Selain itu, minimnya informasi jalur evakuasi, prosedur bantuan yang kaku, serta terbatasnya pos pengaduan dan layanan pemulihan dinilai meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender.

Komnas Perempuan juga mencatat kerentanan serius terhadap akses air bersih dan pangan yang berdampak pada kesehatan perempuan, termasuk risiko diare dan gangguan kesehatan reproduksi. Situasi pengungsian yang tidak aman dan terisolasi, tanpa mekanisme perlindungan memadai, dinilai bertentangan dengan kewajiban negara berdasarkan konstitusi dan CEDAW.

”Komnas Perempuan juga mencatat kerentanan serius terhadap akses air bersih dan pangan yang berdampak pada kesehatan perempuan, termasuk potensi diare dan ancaman kesehatan reproduksi perempuan. Situasi pengungsian yang tidak aman dan terisolasi, tanpa mekanisme perlindungan yang memadai, bertentangan dengan kewajiban negara berdasarkan Konstitusi dan CEDAW untuk menjamin keselamatan, martabat, dan pemulihan korban tanpa diskriminasi dalam seluruh siklus bencana yaitu pra, saat, dan pasca bencana,” tegas Daden Sukendar.

Berdasarkan temuan tersebut, Komnas Perempuan merekomendasikan pemerintah pusat dan daerah untuk menetapkan wilayah terdampak di Sumatera, termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, sebagai bencana nasional. Selain itu, pemerintah didesak segera memastikan ketersediaan data terpilah sebagai dasar distribusi logistik, memperkuat koordinasi posko untuk menjamin akses air bersih dan pangan serta layanan pengaduan, melakukan asesmen kebutuhan secara berkala dengan pendekatan humanis, serta mengamankan distribusi bantuan ke wilayah terisolasi guna mencegah hambatan dan potensi konflik horizontal.

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!