Bagaimana Peran Perempuan Menurut Islam, Apakah Hanya dalam Keluarga?
INDEKSMEDIA.ID — Tentu saja ada banyak orang yang bertanya ihwal bagaimana peran perempuan dalam kehidupan ini menurut Islam?
Peran perempuan yang paling penting dan paling ditekankan yang disebutkan dalam sumber-sumber Islam adalah sebagai istri dan ibu.
Tetapi peran perempuan dalam Islam tidak terbatas pada hal ini saja.
Perempuan boleh menjadi entrepreneur,
seperti halnya Khadijah, istri pertama nabi Muhammad saw dan yang pertama masuk Islam.
Mereka juga memiliki pendirian politik yang kuat bahkan mengarah kepada ke-martir-an, seperti yang dilakukan Fatimah, putri Muhammad saw, istri Imam Ali dan ibu dari Imam Hasan dan Husain.
Namun, beberapa pandangan, seperti memimpin salat bagi laki-laki, dianggap tidak pantas bagi perempuan.
Orang Barat sering berasumsi bahwa karena hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dibatasi dalam masyarakat Islam dengan cara yang tampak aneh bagi mereka, maka perempuan Muslim tidak aktif secara sosial dan politik.
Justru, bila ditelisik lebih jauh, perempuan dalam masyarakat Muslim selalu aktif dalam urusan sosial dan politik, meskipun mereka jarang mengambil peran kepemimpinan yang terlihat di depan publik.
Pembacaan Al-Qur’an yang cermat menunjukkan bahwa ini bukanlah kebetulan sejarah.
Tuhan secara langsung berbicara kepada perempuan melalui wahyu Al-Qur’an dengan meyakinkan kepada mereka bahwa
perbuatan mereka tidak akan sia-sia dan dengan menawarkan figur para perempuan yang dengan berani mengambil posisi
dalam kondisi sosial yang tidak menguntungkan.
Namun bukan untuk mengamankan hak atau kepentingan mereka sendiri, tetapi dalam ketaatan kepada Allah.
Demikianlah Maryam, damai sejahtera baginya, ditegur oleh orang-orangnya karena melahirkan anak, yaitu Isa as di luar nikah.
Dia sepakat untuk memiliki anak ketika dikunjungi oleh malaikat karena ketaatan kepada Allah.
Dalam merespon olok-olokan yang diarahkan padanya, Maryam tidak memberikan alasan tetapi menunjuk ke arah anaknya (nabi), yang secara ajaib berbicara kepada mereka.
Begitu juga dengan istri Firaun yang menolak untuk mematuhi suami dan rajanya dalam penyembahan berhala karena dia menerima pesan mengenai nabi Musa.
Peran utama yang diberikan kepada perempuan di dalam Islam adalah sebagai istri dan ibu, dan justru peran inilah yang paling tidak nyaman bagi telinga kaum feminis.
Kaum feminis sangat prihatin dengan “pembebasan” perempuan dari harapan bahwa mereka bisa menikah dan punya anak.
Mereka justru melihat kemajuan bagi perempuan dalam pengertian kesempatan kerja, pendapatan, kesempatan untuk bereksperimen dengan hubungan seksual non-tradisional dan kekuasaan politik.
Meskipun Islam tidak melarang perempuan dari kepemilikan kekayaan dan kekuasaan, namun Islam menempatkan penekanan yang lebih besar pada pernikahan dan keluarga.
Tampaknya hal ini sesuai dengan kepentingan sebagian besar perempuan di dunia.
Meskipun mereka tidak membenci kekayaan dan kekuasaan, perhatian utamanya cenderung berpusat pada pernikahan dan keluarga.
Islam menghargai perhatian utama ini, sementara feminisme cenderung merusaknya.
Tentu saja, peran terpenting perempuan dalam Islam tidak berbeda dengan yang ditugaskan kepada laki-laki—hamba Allah.
Sebagai hamba Tuhan, laki-laki dan perempuan Muslim mengambil peran sebagai ibu dan ayah dan istri dan suami, pembeli dan penjual, guru dan murid, pekerja dan karyawan, dan lainnya. (*)

