https://www.zeverix.com/

INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

Biografi Kapten Andi Tenriadjeng Mujahidan Awal dari Sulawesi

Andi Tenriadjeng, sosok Pejuang Tana Luwu (kolase)

INDEKSMEDIA.ID – Andi Tenriadjeng lahir pada Maret 1922 di Bua, Luwu. 12 km sebelah selatan Kota Palopo.

Tenriadjeng adalah anak sulung dari empat bersaudara.

Dia memiliki persambungan darah dengan E tenriawaru Sultan Hawa’ Datu Luwu gelar Pettamatintoe ri Tengngana Luwu.

Memasuki hari ketiga lahirnya, diadakan haqiqah. Para bangsawan dan pemuka agama, tokoh masyarakat yang ada di Bua dan sekitarnya (termasuk undangan dari Palopo) turut serta dalam acara yang meriah itu.

Andi Tenriadjeng dilahirkan dalam keluarga bangsawan yang berpegang teguh pada nilai-niai luhur budaya Luwu yang konsisten melaksanakan syariat Islam.

Keluarga sangat taat pada ajaran agama, patuh pada kerajaan (Datu), dan mengamalkan nilai-nilai budaya seperti tongeng, getteng, lempu, dan adele’.

Ajaran dan nilai-nilai itulah yang kemudian diturunkan kepada anaknya.

Pada saat kanak-kanak, Andi Tenriadjeng telah aktif belajar agama dan mengaji pada panrita-panrita yang ada di Bua.

Ajaran-ajaran yang telah diterimanya itulah yang lambat laun telah merubah watak, sikap, dan perilakunya. Ia tumbuh menjadi anak yang lebih dewasa, cerdas dan berwibawa.

Pada tahun 1929, ia masuk sekolah tingkat Sekolah Rakyat (SR) selama 3 tahun di Bua. Disekolah ia dikenal sebagai anak yang rajin, giat, cerdas dan pandai.

Sifatnya yang ramah, sabar, penyayang, suka membantu dan dermawan membuat rekan-rekannya sangat percaya padanya karena kejujuran yang dimilikinya.

Pada saat itulah sifat kepemimpinannya mulai muncul. Kelebihan yang dimilikinya yang membuatnya berbeda dengan teman-temannya.

Membaca Al-Qur’an adalah rutinitas kesehariannya setelah kembali sekolah. Setelah selesai mengaji ia langsung pergi main sepak bola bersama teman-temannya.

Sepak bola adalah salah satu kegemarannya selain gassing, maraga (takraw), dan kecintaannya dengan lagu-lagu daerah.

Setamatnya dari Sekolah Rakyat pada tahun 1932, Andi Tenriadjeng melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah 6 tahun di Palopo.

Di daerah pusat kerajaan Luwu itu beliau tinggal di Istana.

Semenjak tinggal di Istana Kerajaan Luwu, Andi Tenriadjeng banyak belajar agama dari kadhi Luwu, cendikiawan istana dan para bangsawan kerajaan.

Walaupun ia jarang berkomunikasi dengan datu Luwu Andi Kambo, tetapi ia sering mengamati jalannya tudang ade di istana dan mengamati jalannya pemerintahan kerajaan.

Di Istana, Andi Tenriadjeng sering berkomunikasi dengan Andi Djemma sang putra mahkota Anak Mattola kerajaan.

Andi Djemma dalam kesehariannya memang dikenal merakyat. Oleh sebab itu, Andi Djemma sangat disenangi oleh rakyat.

Tetapi sikap Andi Djemma yang merakyat itu mendapat perhatian serius dari pihak Belanda.

Sejak itu pula Andi Tenriadjeng banyak belajar kepada Andi Djemma terutama dalam hal kepemimpinan dan demokrasi.

Apa yang didapatnya itu merupakan pelajaran yang sangat berharga dari sang Anak Mattola kerajaan.

Merespon Berita Kemerdekaan

Setiap Negara adalah berdaulat dan merdeka, yaitu kemerdekaan di mana suatu bangsa yang didalamnya, rakyatnya mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusian.

Bentuknya dapat diwujudkan dalam “kebebasan” berbicara, berserikat, berkumpul dan terlebih kemerdekaan dalam segala bentuk intimidasi, terror, serta penindasan yang tidak berperikemanusiaan dan berkeadilan.

Intinya adalah kemerdekaan dalam segala totalitas kehidupan manusia. Kemerdekaan yang diproklamirkan Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945 telah tersiar ke pelosok tanah air.

Namun, di Sulawesi, berita yang menggembirakan itu tidak sampai ke semua daerah, khususnya ke beberapa daerah basis perjuangan kemerdekaan.

Sehubungan dengan hasil proklamasi kemerdekaan dan perkembangan politik tersebut, maka di pandang perlu untuk menyebarluaskan berita itu.

Di Palopo, ibu Kota Kerajaan Luwu, berita tentang proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan cepat tersebar.

Meskipun berita itu ditanggapi secara ragu-ragu oleh banyak pihak, tetapi hal itu tidak menurunkan semangat sebagian pemuda Luwu.

Selain itu tersebar juga beberapa pamflet di toko-toko, kantor dan tempat strategis lainnya yang isinya mengancam kepada mereka yang pro kepada Belanda.

Waktu itu juga bermunculan kabar tentang kedatangan kembali pemerintahan Belanda ke Indonesia termasuk kemungkinannya menginjakkan kakinya ke Luwu.

Propaganda bermunculan yang isinya meragukan kekuatan para pejuang dan pemuda yang khususnya yang ada di Kerajaan Luwu.

Propaganda itu mengakibatkan situasi kembali menjadi tegang.

Perubahan situasi dan kondisi politik yang tidak menentu dari hari ke hari membuat pemuda menetapkan langka strategis.

Keyakinan pemuda dan pejuang tentang kedatangan Belanda kelak, membuat mereka mengambil suatu gerakan antisipasi dengan memperluas organisasi Soekarno Muda, dengan tujuan utamanya untuk mempertahankan kemerdekaan.

Dengan pertimbangan itu, pada tanggal 17 September 1945, organisasi Soekarno Muda dirubah menjadi Pemuda Nasional Indonesia.

Ruang lingkupnya pun bukan hanya meliputi kota Palopo saja seperti pada masa Soekarno Muda tetapi lebih luas lagi meliputi onderaffdeeling Palopo. Dalam struktur organisasi ini, Andi Tenriadjeng dipercaya menjabat posisi sebagai Kepala Penerjang.

Di kalangan pemuda dan pejuang, beliau memang dikenal sebagai pemuda yang progresif, militan, berani, ramah, tidak banyak bicara tetapi banyak bekerja.

Perlawanan Rakyat Luwu Semesta 23 Januari 1946

Kemerdekaan yang diproklamasikan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 masih menyisakan dendam kesumat.

Kenyataan itu ditandai dengan keinginannya untuk kembali menjajah Indonesia.

Merespon kedatangan Belanda, di beberapa daerah pemuda dan pejuang melakukan perlawanan diantaranya insiden bendera di Surabaya, pertempuran 5 hari di Semarang, dan beberapa insiden lainnya.

Dari beberapa posisi dalam organisasi yang dijabat oleh Andi Tenriadjeng seperti kepala Penerjang di Pemuda Nasional Indonesia dan sebagai Kepala Pemuda/Keamanan Rakyat di Pemuda Republik Indonesia menandakan bahwa beliau memang merupakan pemuda yang gagah berani.

Konsisten dengan perjuangan pergerakan mempertahankan kemerdekaan, dan kemampuan manajerial terutama dalam mengkoordinir para anggotanya.

Kota Palopo sejak Desember 1945 hingga pertengahan Januari 1946 dikontrol oleh tiga kekuatan, yaitu:

Pemuda RI, sekutu unsur tentara Australia, dan KNIL. Sedangkan di luar kota sepenuhnya dikuasi oleh pemuda kecuali Tana Toraja.

Dengan demikian Kerajaan Luwu secara umum tetap sebagai wilayah RI “de facto” di bawah Datu Andi Djemma.

Pada 18-20 Januari KNIL menuju ke Bua dengan tujuan mencari senjata peninggalan Jepang namun mereka gagal menemukan senjata sehingga melakukan pengrusakan terhadap mesjid.

Anggota KNIL memasuki Masjid dan menginjak-injak Al-Qur’an serta mengobrak-abrik semua sudut dan loteng mesjid.

Kejadian di Bua amat disesalkan Datu, masyarakat kuas dan pemuda.

Pada tanggal 21 Januari dikeluarkan ultimatum yang ditujukan kepada sekutu yang ditandatangani Andi Djemma selaku Datu Luwu, H.M. Ramli atas nama umat Islam dan M. Jusuf Arief atas nama pemuda.

Isi ultimatum itu adalah “Dalam tempo 2×24 jam, pihak Australia memerintahkan kepada pasukan-pasukan KNIL yang sedang berkeliaran melakukan patroli di dalam dan di luar Palopo, supaya segera masuk tangsi dan senjatanya. Jika batas waktu ini di tidak diindahkan, maka ketertiban dan keamanan tidak bisa dipertanggung jawabkan.”

Penulis: Muh. Ranu Rachmansyah

Artikel ini merupakan kontribusi dari lomba penulisan budaya yang diselenggarakan indeksmedia.id dengan tema “Menumbuhkan Budaya Mentradisikan Literasi.”

Disclaimer: Indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!