https://www.zeverix.com/

INDEKS MEDIA

Berita Hari Ini Di Indonesia & Internasional

IFW Desak Polisi Terapkan Penilaian Tingkat Bahaya pada Kasus Kekerasan Gender

Gie

JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID – Indonesia Femicide Watch (IFW) mendesak aparat penegak hukum segera menerapkan penilaian tingkat kebahayaan (danger assessment) pada setiap laporan ancaman pembunuhan maupun kekerasan berbasis gender. Desakan ini disampaikan menyusul kasus tewasnya DPK (27), perempuan asal Purwakarta yang diduga menjadi korban femisida.

IFW menilai kematian DPK bisa dikategorikan sebagai femisida dalam lingkup keluarga. Sebelum terbunuh, korban sempat berkonsultasi mengenai ancaman pembunuhan yang diterimanya. Terduga pelaku disebut sebagai pekerja rumah tangga (PRT) yang melakukan aksi dengan cara sadis, yakni menusuk berulang kali.

“Kasus ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap perempuan. Ancaman yang dilaporkan korban tidak ditindaklanjuti, hingga akhirnya berujung kematian,” tulis IFW dalam keterangan resminya, Sabtu (16/8/2025).

IFW juga menyoroti bahwa femisida belum dikenali secara resmi di Indonesia. Hingga kini, belum ada data nasional yang menghimpun jumlah kasus, sehingga upaya pencegahan maupun penanganan menjadi lemah. Padahal, pemantauan Perkumpulan Lintas Feminis menunjukkan angka femisida terus meningkat.

“184 kasus pada 2022, 180 kasus pada 2023, dan 204 kasus pada 2024. Mayoritas pelaku adalah laki-laki dekat korban, bahkan hampir separuhnya melibatkan pasangan intim,” ungkapnya.

IFW mencontohkan kasus MSD yang pada 2023 dibunuh suaminya, N, meski sebulan sebelumnya sempat melapor soal kekerasan rumah tangga.

“Kasus-kasus ini menunjukkan tidak adanya penilaian risiko terhadap laporan korban. Padahal penilaian tingkat bahaya penting untuk mencegah ancaman berkembang menjadi tindakan nyata,” terangnya.

Penilaian tingkat bahaya atau danger assessment (DA) lazim digunakan di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, hingga Selandia Baru. Instrumen ini dipakai polisi, pekerja sosial, shelter, hingga layanan kesehatan untuk menilai risiko berdasarkan indikator tertentu. Hasilnya menjadi dasar tindakan, mulai dari evakuasi korban ke rumah aman, pemberian perintah perlindungan, hingga penangkapan pelaku.

“Indonesia belum punya mekanisme itu. Akibatnya, banyak korban kekerasan tetap tinggal serumah dengan pelaku, laporan ancaman dianggap sepele, dan penanganan tidak dilakukan sampai terjadi pembunuhan,” imbuhnya.

Atas dasar itu, IFW menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain:

1. Mengecam tidak adanya pengusutan serius terhadap laporan ancaman yang dialami korban.
2. Mendesak Kementerian PPPA dan Polri membangun mekanisme penilaian tingkat bahaya bagi petugas layanan korban dan kepolisian.
3. Meminta mekanisme tersebut dimasukkan dalam revisi UU PKDRT.
4. Mengingatkan media agar tidak memuat identitas lengkap korban.
5. Meminta UPTD Purwakarta memberi bantuan psikologis dan psikososial bagi keluarga korban.

IFW sendiri merupakan jaringan organisasi masyarakat sipil yang beranggotakan puluhan lembaga, mulai dari LBH APIK, ICJR, Jakarta Feminist, Magdalene.co, Project Multatuli, hingga Arus Pelangi. Mereka menyatakan komitmen untuk terus mengawal isu femisida sebagai bentuk puncak kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Indonesia.

Indonesia Femicide Watch (IFW):
1. The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
2. Jakarta Feminist
3. Kalyanamitra
4. Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) Indonesia
5. Study and Peace
6. LBH APIK NTT
7. LBH APIK Semarang
8. LBH APIK Medan
9. Jala PRT
10. FSBPI
11. Dokter Tanpa Stigma
12. Peduli Buruh Migran
13. Marsinah.id
14. Project Multatuli
15. Arus Pelangi
16. ICJR
17. FeminisThemis
18. LBHM
19. IPPI
20. IAC
21. HWDI
22. Sanggar Swara
23. Magdalene.co
24. LBH APIK Makassar
25. LBH APIK Jakarta
26. IJRS
27. Angsamerah
28. KOMPAKS

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!