Biografi Kapten Andi Tenriadjeng Mujahidan Awal dari Sulawesi
Di kalangan pemuda dan pejuang, beliau memang dikenal sebagai pemuda yang progresif, militan, berani, ramah, tidak banyak bicara tetapi banyak bekerja.
Perlawanan Rakyat Luwu Semesta 23 Januari 1946
Kemerdekaan yang diproklamasikan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 masih menyisakan dendam kesumat.
Kenyataan itu ditandai dengan keinginannya untuk kembali menjajah Indonesia.
Merespon kedatangan Belanda, di beberapa daerah pemuda dan pejuang melakukan perlawanan diantaranya insiden bendera di Surabaya, pertempuran 5 hari di Semarang, dan beberapa insiden lainnya.
Dari beberapa posisi dalam organisasi yang dijabat oleh Andi Tenriadjeng seperti kepala Penerjang di Pemuda Nasional Indonesia dan sebagai Kepala Pemuda/Keamanan Rakyat di Pemuda Republik Indonesia menandakan bahwa beliau memang merupakan pemuda yang gagah berani.
Konsisten dengan perjuangan pergerakan mempertahankan kemerdekaan, dan kemampuan manajerial terutama dalam mengkoordinir para anggotanya.
Kota Palopo sejak Desember 1945 hingga pertengahan Januari 1946 dikontrol oleh tiga kekuatan, yaitu:
Pemuda RI, sekutu unsur tentara Australia, dan KNIL. Sedangkan di luar kota sepenuhnya dikuasi oleh pemuda kecuali Tana Toraja.
Dengan demikian Kerajaan Luwu secara umum tetap sebagai wilayah RI “de facto” di bawah Datu Andi Djemma.
Pada 18-20 Januari KNIL menuju ke Bua dengan tujuan mencari senjata peninggalan Jepang namun mereka gagal menemukan senjata sehingga melakukan pengrusakan terhadap mesjid.
Anggota KNIL memasuki Masjid dan menginjak-injak Al-Qur’an serta mengobrak-abrik semua sudut dan loteng mesjid.
Kejadian di Bua amat disesalkan Datu, masyarakat kuas dan pemuda.
Pada tanggal 21 Januari dikeluarkan ultimatum yang ditujukan kepada sekutu yang ditandatangani Andi Djemma selaku Datu Luwu, H.M. Ramli atas nama umat Islam dan M. Jusuf Arief atas nama pemuda.
Isi ultimatum itu adalah “Dalam tempo 2×24 jam, pihak Australia memerintahkan kepada pasukan-pasukan KNIL yang sedang berkeliaran melakukan patroli di dalam dan di luar Palopo, supaya segera masuk tangsi dan senjatanya. Jika batas waktu ini di tidak diindahkan, maka ketertiban dan keamanan tidak bisa dipertanggung jawabkan.”
Penulis: Muh. Ranu Rachmansyah
Artikel ini merupakan kontribusi dari lomba penulisan budaya yang diselenggarakan indeksmedia.id dengan tema “Menumbuhkan Budaya Mentradisikan Literasi.”
Disclaimer: Indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber. (*)

