Petani dan Perempuan Ketakutan, WALHI Sulsel Desak PT Vale Indonesia Hentikan Militerisasi di Blok Tanamalia Luwu Timur

INDEKSMEDIA.ID – Organisasi Advokasi lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan merespon dan mengecam terkait keterlibatan militer atau TNI dalam aktivitas ekplorasi PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia.

WALHI Sulsel pun mendesak PT Vale Indonesia untuk menghentikan penggunaan militer atau tentara dalam pengamanan eksplorasi di Blok Tanamalia.

Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel, Arfandi Anas SH, mengatakan bahwa PT Vale Indonesia telah menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi tuntutan dan permintaan masyarakat, khususnya petani dan perempuan.

Menurutnya, PT Vale sebagai perusahaan asing yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan Canada, Perusahaan Jepang (Sumitomo Metal Mining) dan Pemerintah Norwegia, dilarang keras melibatkan tentara dalam pengamanan perusahaan. Karena ini sudah bagian dari intimidasi dan militerisasi.

“Vale telah melalukan militerisasi dalam praktek tambang atau bisnisnya di Tanamalia. Praktek ini sudah sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dalam praktek bisnis. Kami pun tidak akan tinggal diam. Kami akan mengirim surat ke OHCHR terkait militerisasi ini” kata Arfandi.

Lebih lanjut Arfiandi mengatakan bahwa petani merica bukanlah penjajah ataupun teroris yang mengancam kedaulatan bangsa dan negara. Dengan demikian, ketika Vale melibatkan militer, brimob untuk pengamanan, sama saja bahwa Vale telah menganggap bahwa petani merica, perempuan, anak muda dan semua orang yang berjuang untuk lingkungan, sumber kehidupan dan melindungi kebun merica adalah penjajah.

“Kami mengecam keras Vale karena melalukan militerisasi di lokasi eksplorasi tambang nikel di blok Tanamalia, Sulawesi Selatan. Seharusnya CEO Vale Indonesia, Febrianny Eddy, datang dan berdiskusi dengan petani dan perempuan di Loeha-Mahalona Raya. Bukan melibatkan Militer dan Brimob sebagai pengamanan perusahaan,” jelas Pendi.

Oleh karena itu, alumni Fakultas Hukum UIN ini mengatakan bahwa Pemerintah Brazil dan Jepang harus mengetahui dan bertanggung jawab karena perusahaan mereka melibatkan tentara untuk mengintimidasi serta menakut-nakuti petani dan perempuan di sekitar Blok Tanamalia.

Secara terpisah, salah seorang perempuan di Desa Rante Angin, Dinar, mengaku merasa ketakutan dengan adanya beberapa tentara di Tanamalia. Buruh-buruh tani perempuan juga tidak fokus bekerja karena merasa takut dengan hadirnya tentara di sekitar kebun merica.

Menurutnya dengan melibatkan tentara dan Brimob, Vale sedang meneror petani dan membuat semua orang takut, khususnya perempuan dan buruh tani perempuan.

“Jujur, saya takut sekali setelah melihat ada tentara dan brimob keluar dari mobil perusahaan di jalan kebun merica. Perempuan-perempuan buruh tani saya juga ketakutan. Vale ini sedang meneror dan membuat suasana kampung menjadi mengerikan dan penuh ketakutan” jelasnya.

Ia pun meminta kepada PT Vale Indonesia untuk keluar dari Tanamalia bersama tentara dan brimob. Ia juga meminta kepada Panglima TNI dan Kapolri untuk menarik seluruh pasukan TNI dan Polisi dari Blok Tanamalia.

Menurutnya, masyarakat khususnya perempuan hanya ingin agar Tanamalia tidak ditambang. Agar Tanamalia dikeluarkan dari konsesi tambang Vale. Masyarakat bukan penjajah atau teroris.

“Kami hanya petani dan istri petani yang mau tetap berkebun merica dan tetap hidup sejahtera dari hasil kebun merica kami. Harusnya ibu Febri temui kami bukan tentara atau aparat yang datang ke kebun kami” jelasnya.

“Satu lagi, kami perempuan minta semua aparat keluar dari kampung dan kebun kami segera. Kami tidak mau terus menerus stress karena kehadiran aparat.” tutup Dinar. (*)